Bismillah...
Suatu hari di sebuah
universitas terkenal. Sekelompok alumnus bertamu di rumah dosen senior,
setelah bertahun-tahun mereka lulus.Setelah mereka semua menggapai kesuksesan, kedudukan yang tinggi serta kemapanan ekonomi dan sosial.
Setelah
saling menyapa dan berbasa basi, masing-masing mereka mulai mengeluhkan
pekerjaannya. Jadwal yang begitu padat, tugas yang menumpuk dan banyak
beban lainnya yang seringkali membuat mereka stress. Sejenak sang dosen
masuk ke dalam.
Beberapa saat kemudian, beliau keluar sambil
membawa nampan di atasnya teko besar berisikan kopi dan berbagai jenis
cangkir. Ada cangkir-cangkir keramik tiongkok yang mewah.
Cangkir-cangkir kristal. Cangkir-cangkir melamin. Dan cangkir-cangkir
plastik.Sebagian cangkir tersebut luar biasa indahnya. Ukirannya, warnanya dan harganya yang waahh.
Namun ada juga cangkir plastik yang biasanya berada di rumah orang-orang yang amat miskin.
Sang dosen berkata, “Silahkan.. masing masing menuangkan kopinya sendiri”.Setelah setiap mahasiswa memegang cangkirnya, sang dosen berkata,
“Tidakkah kalian perhatikan bahwa hanya cangkir-cangkir mewah saja yang kalian pilih?
Kalian enggan mengambil cangkir-cangkir yang biasa?
Manusiawi
sebenarnya, saat masing-masing dari kalian berusaha mendapatkan yang
paling istimewa. Namun seringkali itulah yang membuat kalian menjadi
gelisah dan stress.
Sejatinya yang kalian butuhkan adalah kopi,
bukan cangkirnya. Akan tetapi kalian tergiur dengan cangkir-cangkir yang
mewah. Terus perhatikanlah, setelah masing-masing kalian memegang
cangkir tersebut, kalian akan terus berusaha mencermati cangkir yang
dipegang orang lain!.
Andaikan kehidupan adalah kopi, maka
pekerjaan, harta dan kedudukan sosial adalah cangkir-cangkirnya. Jadi,
hal-hal itu hanyalah perkakas yang membungkus kehidupan. Adapun
kehidupan (kopi) itu sendiri, ya tetap itu-itu saja, tidak berubah.
Saat konsentrasi kita tersedot kepada cangkir, maka saat itu pula kita akan kehilangan kesempatan untuk menikmati kopi.Karena itu kunasehatkan pada kalian, jangan terlalu memperhatikan cangkir, akan tetapi nikmatilah kopinya…”.Sejatinya, inilah penyakit yang diderita manusia.
Banyak
orang yang tidak bersyukur kepada Allah atas apa yang ia miliki,
setinggi apapun kesuksesannya. Sebab ia selalu membandingkannya dengan
apa yang dimiliki orang lain.
Setelah menikah dengan seorang
wanita cantik yang berakhlak mulia, ia selalu berfikir bahwa orang lain
menikah dengan wanita yang lebih istimewa dari istrinya.
Sudah tinggal di rumah sendiri, namun selalu membayangkan bahwa orang lain rumahnya lebih mewah dari rumah sendiri.
Ia
bukannya menikmati kehidupannya beserta istri dan anak-anaknya. Tapi
justru selalu memikirkan apa yang dimiliki orang lain, seraya berkata,
“Aku belum punya apa yang mereka punya”
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan,
" ﻣَﻦْ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺁﻣِﻨًﺎ ﻓِﻲ ﺳِﺮْﺑِﻪِ، ﻣُﻌَﺎﻓًﻰ ﻓِﻲ ﺟَﺴَﺪِﻩِ، ﻋِﻨْﺪَﻩُ
ﻗُﻮﺕُ ﻳَﻮْﻣِﻪِ؛ ﻓَﻜَﺄَﻧَّﻤَﺎ ﺣِﻴﺰَﺕْ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ "
"Barang
siapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat
badannya dan memiliki makanan untuk hari itu, seakan-akan ia telah
memiliki dunia seisinya".
(HR. Tirmidzi dan dinilai hasan oleh al-Albani).
Seorang bijak berpetuah,
“Alangkah anehnya kebanyakan manusia! Mereka korbankan kesehatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Setelah terkumpul, gantian mereka gunakan harta tersebut untuk mengembalikan kesehatannya yang telah hilang!
Mereka
selalu gelisah memikirkan masa depan, namun melupakan hari ini.
Akibatnya, mereka tidak menikmati hari ini dan tidak pula hidup di masa
datang.
Mereka senantiasa melihat apa yang dimiliki orang lain, namun tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sendiri.
Akibatnya, ia tidak bisa meraih apa yang dimiliki orang lain dan tidak pula bisa menikmati milik sendiri.
Mereka
diciptakan untuk satu tujuan, yakni beribadah. Dunia diciptakan untuk
mereka gunakan sebagai sarana beribadah. Namun justru sarana tersebut
malah melalaikan mereka dari tujuan utama”.
Dari Ustadz Abdullah Zein MA. Hafidzohullohu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar